Akantetapi lebih baik pembagian tersebut cukup hanya menjadi dua azas, yaitu azas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat dan waktu saja. Hal ini disebabkan untuk lebih mudah menghadapi masalah lain di bidang hukum pidana yang sering mencampuradukkan tentang ajaran mengenai tempat dan waktu terjadinya delik/perbuatan pidana.[3]
Contoh Kasus Hukum Berdasarkan Waktu Berlakunya. Hukum ini ditimbulkan oleh hukum objektif yang berlaku pada orang tertentu atau dapat lebih. Adalah hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu. Contoh Kasus Hukum Perdata Tentang Warisan Cuitan Dokter from Sepanjang 2 tahun terakhir, hukum indonesia bak kisah sinetron televisi. Di indonesia, terdapat beberapa hukum yang menjadi aturan tata kehidupan masyarakat indonesia, misalnya hukum perdata dan hukum pidana. 18 contoh kasus pelanggaran ham di indonesia. Pasal 1 Kuhp Tersebut Yakni Suatu Perbuatan Kasus Hukum Pidana Dan Perdata Beserta Indonesia, Terdapat Beberapa Hukum Yang Menjadi Aturan Tata Kehidupan Masyarakat Indonesia, Misalnya Hukum Perdata Dan Hukum Landraad Banyumans 1934 Di Mana Istri Mengajukan Tuntutan Cerai Dengan Alasan Hukum Pidana Meurut Tempat Ini Dikenal Ada 4 Empat Macam Asas Yaitu Sebagai Berikut Pasal 1 Kuhp Tersebut Yakni Suatu Perbuatan Tidak. Kalau berdasarkan sifatnya, hukum dibagi jadi dua yakni. Untuk lebih memahami penggolongan hukum di indonesia, berikut. Contoh kasus yang berkaitan dengan retroaktif adalah kpk yang bersikukuh lembaganya berhak untuk menangani tindak pidana pencucian uang inspektur jenderal djoko. Contoh Kasus Hukum Pidana Dan Perdata Beserta Penyelesaiannya. Mantan gubernur provinsi nanggroe aceh. Penggolongan hukum berdasarkan waktu berlakunya. Kasus korupsi pertama’ kpk, abdullah puteh. Di Indonesia, Terdapat Beberapa Hukum Yang Menjadi Aturan Tata Kehidupan Masyarakat Indonesia, Misalnya Hukum Perdata Dan Hukum Pidana. 5 contoh kasus hukum pidana yang menghebohkan masyarakat indonesia. Berdasarkan waktu berlakunya, hukum dapat dibedakan menjadi sebagai berikut. 18 contoh kasus pelanggaran ham di indonesia. Putusan Landraad Banyumans 1934 Di Mana Istri Mengajukan Tuntutan Cerai Dengan Alasan Suami. Hukum yang berlaku sekarang ius constitutum. Bersifat mengatur, karena hukum memuat peraturan peraturan berupa perintah atau larangan yang mengatur tingkah laku manusia dalam hidup bermasyarakat demi. Sepanjang 2 tahun terakhir, hukum indonesia bak kisah sinetron televisi. Berlakunya Hukum Pidana Meurut Tempat Ini Dikenal Ada 4 Empat Macam Asas Yaitu Sebagai Berikut Materi makalah macam macam hukum hukum berdasarkan bentuknya, sumbernya, waktu, tempat berlakunya, sifatnya, cara mempertahankannya, wujud dan isinya. Yuk simak sejumlah kasus yang menarik dan membuat geger versi hukumonline Sebagaimana saya sampaikan di atas, bahwa terdapat perbedaan dalam membaca pasal 18 permen bersama.
BATASBERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU (TIJDSGEBIED) Berlakunya hukum pidana menurut waktu menyangkut penerapan hukum pidana dari segi lain. Dalam hal seseorang melakukan perbuatan (feit) pidana sedangkan perbuatan tersebut belum diatur atau belum diberlakukan ketentuan yang bersangkutan, maka hal itu tidak dapat dituntut dan sama sekali
Dasar Hukum Berlakunya Pidana. Roeslan salah dalam stelsel pidana indonesia 1987 menjelaskan, hukuman mati adalah jenis pidana terberat menurut hukum positif indonesia. Sianturi merumuskan pengertian dari tindak pidana sebagai suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan. RKUHP Mencerminkan NilaiNilai Pancasila Betawi Pos from Berbicara mengenai pengertian hukum perusahaan, maka hal ini juga tidak bisa dipisahkan dengan pengertian hukum dagang dan pengertian perusahaan. Ruang lingkup berlakunya hukum pidana ilustrasi pada dasarnya ada dua hal yeng menyangkut berlakunya hukum pidana, yaitu berdasarkan waktu dan tempat berlakunya hukum pidana. Ir ini juga beberapa kali mengalami perubahan antara lain pada i modul pengantar hukum acara pidana tahun 1926 dan 1941, melalui stb. Asas Ini Diatur Dalam Kuhp Yaitu Dalam Pasal 2 Kuhp Yang Menyatakan Apa Perbedaan Antara Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu Dengan Menurut Tempat?Roeslan Salah Dalam Stelsel Pidana Indonesia 1987 Menjelaskan, Hukuman Mati Adalah Jenis Pidana Terberat Menurut Hukum Positif Iii Asas Berlakunya Hukum Pidana 27 Umum Berwenang Melakukan Penuntutan. Asas Ini Diatur Dalam Kuhp Yaitu Dalam Pasal 2 Kuhp Yang Menyatakan Yessy kusumadewi hijriani abd razak musahib ade risna sari mia amalia mutmainah nur qoiri manotar tampubolon helda rahmasari stevri iskandar muhamad. Berbicara mengenai pengertian hukum perusahaan, maka hal ini juga tidak bisa dipisahkan dengan pengertian hukum dagang dan pengertian perusahaan. Sianturi merumuskan pengertian dari tindak pidana sebagai suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan. Apa Perbedaan Antara Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu Dengan Menurut Tempat? Asas berlakunya hukum pidana menurut waktu 27 1. Ruang lingkup berlakunya hukum pidana ilustrasi pada dasarnya ada dua hal yeng menyangkut berlakunya hukum pidana, yaitu berdasarkan waktu dan tempat berlakunya hukum pidana. Ir ini juga beberapa kali mengalami perubahan antara lain pada i modul pengantar hukum acara pidana tahun 1926 dan 1941, melalui stb. Roeslan Salah Dalam Stelsel Pidana Indonesia 1987 Menjelaskan, Hukuman Mati Adalah Jenis Pidana Terberat Menurut Hukum Positif Indonesia. Dasar dasar hukum pidana di indonesia umm press. 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana “kuhap” yang berbunyi Pertama, mencari dan menemukan kebenaran karena adanya persangkaan atau dugaan dilanggarnya undang. Bab Iii Asas Berlakunya Hukum Pidana 27 A. Fungsi hukum acara pidana menurut van bemmelen, antara lain Dasar hukum uu pidana khusus dilihat dari hukum pidana adalah pasal 103 kuhp. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 137 uu no. Penuntut Umum Berwenang Melakukan Penuntutan. 1 suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan. Pasal 103 ini mengandung pengertian “ bagaimana keadilan bisa tercipta, jika orang tak bersalah disiksa menjadi terdakwa “.
Nama Doni AkbarNpm :1721040012Mata kuliah :Hukum pidana Dosen pengampu: Hervin yoki pradikta,M.H.IFakultas syari'ah uin Raden intan Lampung
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seperti yang kita ketahui Hukum Pidana adalah sebuah aturan-aturan yang mempunyai sangsi kurungan, putusan bebas, putusan pidana dan lepas dari tuntutan pidana. Tindak pidana merupakan penderitaan baik berupa fisik maupun psikis, ialah perasaan tidak senang, sakit hati, amarah, tidak puas, terganggunya ketentraman bathin. Hal ini bukan dirasakan oleh pelaku kajahatnnya saja, akan tetapi semua masyarakat pada umumnya. Untuk itu diberikan pembalasan yang setimpal sudut objektif kepada pelakunya. Penerapan hukum pidana atau suatu perundang-undangan pidana berkaitan dengan waktu dan tempat perbuatan dilakukan. Berlakunya hukum pidana menurut waktu, mempunyai arti penting bagi penentuan saat kapan terjadinya perbuatan pidana. Ketentuan tentang berlakunya hukum pidana menurut waktu dapat dilihat dari Pasal 1 KUHP. Selanjutnya berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat mempunyai arti penting bagi penentuan tentang sampai dimana berlakunya hukum pidana sesuatu negara itu berlaku apabila terjadi perbuatan pidana. Ketentuan tentang asas berlakunya hukum pidana ini dapat dilihat dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 9 KUHP. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana berlakunya Hukum Pidana menurut waktu? 2. Bagaimana berlakunya Hukum Pidana menurut tempat BAB II PEMBAHASAN A. Berlakunya Undang-Undang Pidana Menurut Waktu a. Pasal 1 ayat 1 KUHP Sesuai yang terdapat dalam pasal 1 ayat 1 KUHP yang mengatakan bahwa “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada”. Maka apabila perbuatan tersebut telah dilakukan orang setelah suatu ketentuan pidana menurut undang-undang itu benar-benar berlaku, pelakunya itu dapat dihukum dan dituntut berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam ketentuan pidana tersebut. Ini berarti bahwa orang yang telah melakukan suatu tindak pidana dan diancam dengan hukumnan oleh undang-undang itu hanya dapat dihukum dan dituntut berdasarkan undang-undang pidana atau berdasarkan ketentuan pidana menurut undang-undang yang berlaku, pada waktu orang tesebut telah melakukan tindakannya yang terlarang dan diancam dengan hukuman. Didalam Pasal 1 ayat 1 KUHP mengandung asas legalitas, yakni seseorang tidak dapat dikenai hukuman atau pidana jika tidak ada Undang-Undang yang di buat sebelumnya. Contoh pada sekitar tahun 2003 di Yogyakarta terjadi kasus “cyber crime” yang berupa “carding”, tetapi pada saat itu Undang-Undang tentang “cyber crime” belum disahkan oleh karena itu para pelaku tidak bisa diadili atau dikenai hukuman. Kemudian pada bulan maret tahun 2008, Menteri Komunikasi dan Informasi M Nuh sebagai wakil pemerintah dalam sidang Paripurna mengapresiasi sikap DPR yang menyetujui RUU ITE untuk kemudian resmi menjadi undang-undang. Dalam UU ITE tersebut banyak diatur mengenai masalah transaksi elektronik baik yang dilakukan dalam transasksi perbankan ataupun komunikasi. Selain itu, dalam UU tersebut juga mengatur mengenai pelarangan situs-situs porno. Termasuk menyebarkan informasi yang tidak menyenangkan. Dengan adanya UU ITE ini akan memberikan kemaslahatan bagi bangsa dan Negara. Disamping itu dalam pasal 1 ayat 1 KUHP juga mengandung asas lex temporis delictie yaitu tiap tindak pidana yang dilakukan seseorang harus diadili menurut ketentuan pidana yang berlaku saat itu. b. Pasal 1 ayat 2 KUHP Konsep KUHP lebih memperinci perubahan undang-undang pidana tersebut. Pasal 1 ayat 2 KUHP merupakan pengecualian terhadap berlaku surut retroaktif undang-undang pidana. Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 KUHP dimungkinkan suatu peraturan pidana berlaku surut, namun demikian aturan undang-undang tersebut haruslah yang paling ringan atau menguntungkan bagi terdakwa. Dalam Pasal 1 ayat 2 KUHP mempunyai 2 ketentuan pokok, yaitu a. Sesudah perbuatan dilakukan ada perudahan dalam perundang-undangan. b. Dipakai aturan yang paling menguntungkan atau meringankan. Menurut Bambang Poernomo, 2 dua ketentuan dalam Pasal 1 ayat 2 KUHP itu menimbulkan pandangan dan masalah, sehingga perlu ditinjau kembali atas kemanfaatan dari hukum peralihan yang peru-musannya seperti itu akan ditiadakn sama sekali dengan pertimbangan sebagai berikut Tidak ada hukum yang berdiri sendiri tanpa pengaruh dari lapangan hukum yang lain sehingga hukum pidana akan tetap memperhatikan perkembangan lapangan hukum yang lain. a. Dasar perubahan undang-undang yang baru adalah karena bahan perasaan/keyakinan/ kesadaran hukum rakyat, yang melalui badan pembentuk undang-undang membentuk undang-undang baru, untuk perbuatan pidana yang terjadi kemudian, sehingga perubahan undang-undang yang karena sifatnya berlaku sementara tidak termasuk perubahan di sini. b. Perubahan undang-undang yang menyangkut berat atau ringannya ancaman pidana tidak akan mempunyai arti, karena di dalam prakteknya hakim tetap memegang asas kebebasan di dalam menjatuhkan pidana yang diancam. d. Asas lex temporis delicti yang berlaku secara tertulis maupun tidak tertulis adalah asas yang menjamin kepastian hukum serta keadilan hukum. Kemudian Bambang Poernomo, lebih lanjut menyatakan bahwa; Hukum peralihan yang tercantun di dalam Pasal 1 ayat 2 KUHP hanyalah mempunyai arti historis bagi suatu negara yang untuk pertama kali mempunyai dan membentuk kodifikasi atau undang-undang hukum pidana, sebagai peralihan dari keadaan hukum yang teratur dan sewenang-wenang menuju kepada tertib hukum pidana. Bagi suatu negara yang akan atau telah menyempurnakan kodifikasi atau undang-undang hukum pidananya, tidak secara mutlak harus mencantumkan lagi hukum peralihan seperti Pasal 1 ayat 2 KUHP itu, dengan konsekuensi bahwa secara prinsip berpegang pada Lex temporis delicti dengan pengertian suatu peraturan hukum yang memuat lembaga atau yang menimbulkan ancaman pidana bagi suatu perbuatan tidak dapat berlaku surut kecuali dengan tegas ditentukan sebagai demikian, maupun hal-hal yang menimbulkan perubahan terhadap isi normanya saja. Sebagaimana telah diketahui bahwa hukum pidana mempunyai isi tentang norma dan sanksi pidana, sehingga sudah sewajarnya apabila isi yang terakhir dijaga oleh lex temporis delicti perubahan Pasal 364, 374, 379, 407 1 KUHP. Kemudian Hazwinkel-Suringa, antara lain berpendapat bahwa lebih bermanfaatlah kalau Pasal 1 ayat 2 KUHP diha-puskan, yang berarti bahwa ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku pada waktu deliklah yang dipergunakan oleh hakim. Hal mana adil, dan berarti semua pembuat delik diperlakukan sama.[1] Kerugian yang dapat ditimbulkan, oleh karena undang-undang baru tidak dapat dipergunakan, dapat diatasi dengan jalan a. penuntut umum dapat mempergunakan asas oppurtunitas. b. Hakim dapat memberikan pengampunan. c. Pembuat undang-undang dapat saja memper-hatikan tiap-tiap perubahan undang-undang pidana yang lama dengan jalan membuat ketentuan pidana khusus. B. Berlakunya Undang-Undang Pidana menurut tempat Mengenai berlakunya Undang-Undang Pidana menurut tempat locus deliciti ini, dalam KUHP tidak ada ketentuan apa-apa. Lain misalnya dengan KUHP di Jerman, dimana dalam pasal 3 ditentukan bahwa tenpat perbuatan pidana adalaha tempat dimana tempat terdakwa berbuat, diaman seharusnya terjadi. Menurut teori, biasanya tentang locus deliciti ini ada dua aliran, yaitu a. Aliran yang menentukan di satu tempat, yaitu tempat dimana terdakwa berbuat. b. Aliran yang menentukan beberapa tempat, yaitu mungkin tempat kelakuan, mungkin tempat akibat. Sebagai contoh dari aliran yang pertama adalah Arrest HR di Netherland tahun 1889 tentang “penipuan”.[2] Duduk perkaranya adaalah sebagai berikut; Terdakwa dari Amsterdam minta kepada perusahaan di Perancis supaya dikirim barang-barang atas tanggungannya kepada alamat tertentu di Amsterdam. Surat pemesanan itu dibuat sedemikian rupa seakan-akan pemesanan tersebut mewakili perusahaan ekspor secara besar-besaran dan yang mewakili kreditwaarding dapat dipercaya utang.setelah barang-barang dikirim dan kemudian ternyata tidak dibayar, maka dibikin perkara di Amsterdam tadi dengan tuduhan penipuan. Perkara itu maju di pengadilan Amsterdam. Jawab terdakwa “penipuan itu terjadi pada saat barang itu diberikan oleh orang yang kena tipu. Barang-barang itu diberikan di Perancis, untk seterusnya disampaikan kepada alamatnya di Amsterdam. Maka dari itu penipuan terjadi diperancis dan bukan di Amsterdam sehingga pengadilan Amsterdam tidak berhak memriksanya, sebab dalam hal ini berlaku hukum Perancis. Pendirian HR tempat kejadian bukanlah ditentukan oleh tempat dimana akibat dari kelakuan terdakawa itu terjadi, tetapi ditentukan oleh tempat dimana terdakwa itu berbuat. Sejauh apa yang dari pihaknya yang diperlakukan bagi kejahatan tersebut. Teori tentang tempat dimana kelakuan terjadi diluaskan dengan tempat diman alat yang dipakai oleh terdakwa untuk bekerja, manakala terdakwa dalam melakukan perbuatan pidana menggunakan suatu alat. Umpamanya membunuh dengan menggunakan mwmasang bom waktu, locus deliciti adalah tempat dimana tempat korban di umumkan. Menurut aliran yang kedua, locus deliciti adalah pilih antara tempat diman perbuatan dimulai dengan kwlakuan terdakwa hingga perbuatan selesai dengan timbulnya akibat. BAB III KESIMPULAN A. Berlakunya Undang-Undang Pidana Menurut Waktu a. Pasal 1 ayat 1 KUHP Sesuai yang terdapat dalam pasal 1 ayat 1 KUHP yang mengatakan bahwa “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada”. Maka apabila perbuatan tersebut telah dilakukan orang setelah suatu ketentuan pidana menurut undang-undang itu benar-benar berlaku, pelakunya itu dapat dihukum dan dituntut berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam ketentuan pidana tersebut. Didalam Pasal 1 ayat 1 KUHP mengandung asas legalitas, yakni seseorang tidak dapat dikenai hukuman atau pidana jika tidak ada Undang-Undang yang di buat itu dalam pasal 1 ayat 1 KUHP juga mengandung asas lex temporis delictie yaitu tiap tindak pidana yang dilakukan seseorang harus diadili menurut ketentuan pidana yang berlaku saat itu. b. Pasal 1 ayat 2 KUHP Konsep KUHP lebih memperinci perubahan undang-undang pidana tersebut. Pasal 1 ayat 2 KUHP merupakan pengecualian terhadap berlaku surut retroaktif undang-undang pidana. Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 KUHP dimungkinkan suatu peraturan pidana berlaku surut, namun demikian aturan undang-undang tersebut haruslah yang paling ringan atau menguntungkan bagi terdakwa. Dalam Pasal 1 ayat 2 KUHP mempunyai 2 ketentuan pokok, yaitu a. Sesudah perbuatan dilakukan ada perudahan dalam perundang-undangan. b. Dipakai aturan yang paling menguntungkan atau meringankan. B. Berlakunya Undang-Undang Pidana menurut tempat Mengenai berlakunya Undang-Undang Pidana menurut tempat locus deliciti ini, dalam KUHP tidak ada ketentuan apa-apa. Lain misalnya dengan KUHP di Jerman, dimana dalam pasal 3 ditentukan bahwa tenpat perbuatan pidana adalaha tempat dimana tempat terdakwa berbuat, diaman seharusnya terjadi. Menurut teori, biasanya tentang locus deliciti ini ada dua aliran, yaitu a. Aliran yang menentukan di satu tempat, yaitu tempat dimana terdakwa berbuat. b. Aliran yang menentukan beberapa tempat, yaitu mungkin tempat kelakuan, mungkin tempat akibat. Menurut aliran yang kedua, locus deliciti adalah pilih antara tempat diman perbuatan dimulai dengan kwlakuan terdakwa hingga perbuatan selesai dengan timbulnya akibat. [1] A. Zainal Abidin Farid, 1995 154 [2] arrest pidana Bemmelen kaca 40 no. 14
Tugashukum pidanaNama: laura timur bellatrixNpm: 1821020022Jurusan: hukum tata negaraVidio 9
iStockOleh Mahmud Kusuma, Pada kuliah sebelumnya berjudul Azas Hukum Pidana Menurut Tempat’, kita telah mengerti mengenai azas-azas hukum pidana menurut tempat, maka untuk kuliah selanjutnya kita mendalami azas hukum pidana menurut waktu. Sumber utama tentang berlakunya undang-undang hukum pidana menurut waktu, tersimpul di dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP. Antara lain pengertian yang dapat diberikan kepada Pasal 1 ayat 1 KUHP adalah[1] Mempunyai makna “nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali”, artinya tiada delik, tiada pidana, tanpa peraturan yang mengancam pidana lebih dahulu. Sifat umum adagium di dalam ilmu hukum pidana; Mempunyai makna “undang-undang hukum pidana tidak mempunyai kekuatan berlaku surut” Mr. Jonkers 1946 37; Mempunyai makna “lex temporis delicti”, yang artinya undang-undang berlaku terhadap delik yang terjadi pada saat itu Mr. Suringa 1968 305. Pada mulanya timbul pikiran klasik melalui saluran politik untuk melindungi kepentingan “rakyat banyak” dari kekuasaan sewenang-wenang dari Raja-raja yang absolut, dengan cara membatasi kekuasaan Raja untuk menuntut dan menjatuhkan putusan pengadilan yang bertentangan dengan azas-azas yang diakui sesuai dengan hak asasi manusia.[2] Perlindungan kepentingan rakyat di negara Barat itu ternyata lebih menitikberatkan kepada kepentingan individu yang terkandung dalam deklarasi Magna Charta 1215 dan Habeas Corpus Act 1679. Di Eropa, terutama Prancis, dianggap tokoh yang pertama adalah Montesquieu menyatakan perlunya perlindungan kemerdekaan dan pribadi individu terhadap suatu tuntutan serta tindakan hakim yang sewenang-wenang. Seorang sarjana Jerman bernama A. Von Feurbach merumuskan adagium dalam bahasa Latin “Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali” yang terkandung dalam buku karangan “Lehrbuch des peinlichen Rechts” 1801.[3] Sepanjang sejarah perkembangan hukum pidana dengan segala faktor-faktor yang mempengaruhi, kiranya dapat disusun dalam empat macam sifat ajaran yang dikandung oleh azas legalitas[4] Azas legalitas hukum pidana, yang mendasarkan titik berat pada perlindungan individu untuk memperoleh kepastian dan persamaan hukum rechtszekerheid en rechtsgelijkheid terhadap penguasa agar tidak sewenang-wenang. Azas legalitas hukum pidana, yang mendasarkan titik berat pada dasar dan tujuan pemidanaan agar dengan sanksi pidana itu hukum pidana bermanfaat bagi masyarakat serta tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anggota masyarakat serta tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anggota masyarakat, karena itu masyarakat harus mengetahui lebih dahulu rumusan peraturan yang memuat tentang perbuatan pidana dan ancaman pidananya. Azas legalitas hukum pidana, yang mendasarkan titik berat pada dua unsur yang sama pentingnya, yaitu bahwa yang diatur oleh hukum pidana tidak hanya memuat ketentuan tentang perbuatan pidana saja agar orang mau menghindari perbuatan itu, tetapi harus juga diatur mengenai ancaman pidananya agar penguasa tidak sewenang-wenang dalam menjatuhkan pidana. Azas legalitas hukum pidana, yang mendasarkan titik berat pada perlindungan hukum lebih utama kepada negara dan masyarakat daripada kepentingan individu, dengan pokok pikiran tertuju kepada “a crime is a socially dangerous act of commission of ommission as prescribed in criminal law”. Berlakunya azas legalitas dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP sebenarnya tidaklah mutlak, dengan alasan bahwa KUHP bukan merupakan undang-undang dasar melainkan sekedar kodifikasi undang-undang hukum pidana, dan selain itu derajat undang-undang selalu dimungkinkan dapat diubah oleh pembentuk undang-undang DPR bersama Pemerintah jika dipandang perlu. Lain halnya apabila asas legalitas itu sekaligus ada perumusannya di dalam Undang-undang Dasar yang tidak secara mudah untuk mengadakan perubahannya.[5] Pembentuk undang-undang telah menetapkan pengecualiannya Pasal 1 ayat 1 KUHP di dalam Pasal 1 ayat 2 KUHP yang mempunyai dua ketentuan pokok, yaitu a. Sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang-undangan; b. Dipakai aturan yang meringankan/menguntungkan. [6]_________________________________ 1. “Asas-asas Hukum Pidana”, Prof. DR. Bambang Poernomo, Ghalia Indonesia, Jakarta, Terbitan Keenam, 1993, Hal. 68.
UndangUndang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 1 1. Hak C pta adalah hak eksklus f penc pta yang t mbul secara otomat s berdasarkan pr ns p
Ada dua syarat agar berlakunya suatu hukum pidana yakni berdasarkan tempat dan waktu. Berlakunya hukum pidana ini telah diatur dalam Buku Pertama, Bab I Pasal 1-9 KUHP. Dalam Pasal 1 KUHP tersebut mengatur mengenai berlakunya hukum pidana menurut waktu, sedangkan dalam Pasal 2-9 KUHP mengatur hukum pidana menurut tempat. Untuk kali ini saya hanya akan membahas mengenai berlakunya hukum pidana menurut waktu. Seperti yang saya katakan tadi bahwa Pasal 1 KUHP mengatur mengenai berlakunya hukum pidana menurut waktu. Pasal 1 KUHP tersebut yakni "Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan peraturan perundang-undangan yang telah ada". Mengenai berlakunya hukum pidana menurutu waktu sangatlah penting karena untuk menentukan pada saat kapan terjadinya suatu tindak pidana. Dalam Pasal 1 KUHP tersebut memiliki banyak makna, salah satunya yang dikemukakan oleh Bambang Poernomo yaitu 1. "Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali" yang artinya Tiada delik, tiada pidana, tanpa peraturan yang mengancam terlebih dahulu. Hal ini biasanya disebut sebagai asas legalitas. Berlakunya asas legalitas tersebut agar tidak terjadi kesewenang-wenangan penguasa. 2. Memiliki makna "Lex temporis delicti" yang artinya undang-undang berlaku terhadap perbuatan pidana yang terjadi saat itu. Maksud dari Lex temporis delicti adalah bahwa seseorang harus diadili berdasarkan aturan yang berlaku saat perbuatan itu dilakukan. Namun hal ini boleh dikesampingkan apabila terjadi perubahan peraturan perundang-undangan setelah perbuatan itu dilakukan dan sebelum perkara diadili. Hal ini dapat kita lihat pada Pasal 1 ayat 2 KUHP yakni " Jika ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah saat melakukan perbuatan, maka digunakan aturan yang paling ringan bagi terdakwa". Contohnya adalah mengenai pembunuhan yang hukuman maksimalnya 15 tahun Pasal 338 KUHP . Jika ada seseorang yang melakukan pembunuhan pada tanggal 7 Januari 2018 namun masih dalam pemeriksaan awal, lalu pada tanggal 10 Februari 2018 aturan mengenai pembunuhan diubah yaitu maksimum 15 tahun menjadi maksimum 20 tahun, maka berdasarkan Pasal 1 ayat 2 KUHP tersebut, hakim harus menggunakan aturan yang paling ringan bagi terdakwa yakni aturan lama, dan juga sebaliknya apabila aturan yang diubah mengalami penurunan ancaman hukuman maka aturan yang dipakai adalah aturan yang baru. 3. Undang-undang hukum pidana tidak mempunyai kekuatan berlaku surut non retro aktif . Maksud tidak berlaku surut adalah jika seseorang melakukan perbuatan mencuri namun tindakan pencurian belum diatur dalam undang-undang hukum pidana, maka seseorang tersebut tidak boleh di pidana dan apabila suatu saat pencurian telah diatur dalam undang-undang hukum pidana, maka orang yang mencuri tadi tetap tidak boleh dihukum karena ketika ia melakukan pencurian, belum ada undang-undang yang mengaturnya. Dari ketiga hal diatas dapat kita simpulkan bahwa suatu perbuatan dapat dipidana apabila telah ada hukum yang mengaturnya yang sudah pasti hukum tertulis yang mengaturnya. Namun hal itu tidak menutup kemungkinan hukum diluar yang tertulis menjadi tidak berlaku. Dalam Pasal 1 ayat 3 dan ayat 4 konsep KUHP baru telah memberikan dasar berlakunya hukum pidana yang hidup di masyarakat walaupun tidak diatur dalam undang-undang sepanjang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan prinsip-prinsip hukum umum yang diakui masyarakat. Asas Legalitas Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP dikenal dengan asas legalitas. Menurut Machteld Boot dalam asas legalitas ini terdapat konsekuensi akibat berlakunya asas tersebut yang akan saya simpulkan agar dapat mudah dipahami yakni 1. Tidak boleh berlaku surutnya ketentuan hukum pidana karena asas legalitas mengandung arti tiada suatu perbuatan dapat dipidana apabila tidak ada undang-undang yang mengaturnya. 2. Semua peraturan harus tertulis karena tiada perbuatan pidana tanpa undang-undang tertulis. 3. Mengenai prinsip tidak ada perbuatan pidana tanpa aturan undang-undang yang jelas. Akibatnya rumusan perbuatan pidana itu harus jelas agar tidak terjadi mutitafsir dan menghilangkan kepastian hukum. Menurut Von Feuerbach, asas legalitas berfungsi untuk menjamin kepastian hukum, dan untuk mempertahankan ketertiban masyarakat maka aturan tersebut harus berfungsi menakut-nakuti masyarakat agar tidak berbuat kejahatan karena telah ada ancaman hukuman yang dibuat terlebih dahulu. Analogi Analogi merupakan suatu interpretasi. Interpretasi sendiri merupakan pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoretis terhadap sesuatu. Menurut Machteld Boot setiap norma membutuhkan interpretasi. Begitu juga menurut Satjipto Rahardjo bahwa hukum tidak dapat berjalan tanpa adanya penafsiran. Namun bolehkan analogi diterapkan karena hal tersebut tentu bertolak belakang dengan asas legalitas ? Ada beberapa negara di Eropa yang menolak penggunaan analogi dan ada juga yang memperbolehkan penerapan analogi seperti di Inggris dan Cina. Menurut Sudarto, analogi artinya memperluas berlakunya suatu peraturan dengan mengabstraksikannya menjadi aturan hukum yang menjadi dasar dari peraturan itu dan kemudian menerapkannya kepada perbuatan konkrit yang tidak diatur dalam undang-undang. Dalam halnya di pengadilan, sulit untuk mengatakan bahwa hakim tidak menggunakan analogi. Analogi sangat diperlukan untuk menafsirkan hukum. Contohnya adalah mengenai pencurian. Pencurian diatur dalam Pasal 362 KUHP dan unsur objektif pencuriannya adalah suatu benda berwujud. Dulu benda tidak berwujud belum dimasukkan sebagai tambahan dalam aturan mengenai pencurian. Setelah adanya penemuan listrik, terjadi perubahan sosial. Tenaga listrik dianggap memiliki nilai ekonomis dan perlu dilindungi. Bayangkan saja pencurian listrik dilakukan namun pasal pencurian unsur objektifnya adalah benda berwujud sedangkan listrik bukan merupakan benda berwujud. Apakah si pencuri tetap tidak dihukum padahal jelas-jelas telah melakukan pencurian tenaga listrik hanya karena tidak diatur pencurian benda tidak berwujud ? Disinilah sesungguhnya diperlukan suatu analogi. Perlu ditegaskan bahwa penggunaan analogi sangat diperlukan untuk memperlengkap suatu aturan. Penggunaan analogi cocok dengan keadaan masyarakat yang terus berkembang. Hal ini sesuai dengan tujuan hukum pidana yakni untuk melindungi masyarakat dari kejahatan. Nah itulah yang dapat saya sampaikan mengenai berlakunya hukum pidana menurut waktu, apabila pembaca mempunyai pertanyaan atau hal yang tidak dimengerti dapat dibagikan di kolom komentar. Terima kasih Referensi Mohammad Ekaputra. 2017. Dasar-Dasar Hukum Pidana edisi 2. Medan USU Press Kitab Undang-undang Hukum Pidana
A RUANG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU Dalam hal seseorang melakukan perbuatan (feit) pidana sedangkan perbuatan tersebut belum diatur atau belum diberlakukan ketentuan yang bersangkutan, maka hal itu tidak dapat dituntut dan sama sekali tidak dapat dipidana. Asas Legalitas Anselm von Feuerbach dalam teori : "vom psychologishen zwang
Contoh Hukum Pidana Berdasarkan Batas Waktu Dan Tempat. Hukum menurut tempat berlakunya nasional internasional asing lokal. Tentang berlakunya hukum pidana menurut tempat dibatasi oleh hukum internasional sebagaimana dapat kita temukan dalam pasal 9 kuhp berlakunya pasal. Penegakan Hukum Terhadap Kegiatan Pertambangan Berdasarkan Undang from Contohnya hukum acara pidana dan hukum. Apa yang termasuk barang kena cukai. Klasifikasi barang kena cukai Selama Waktu Tertentu, Atau Antara Pidana Penjara Seumur Hidup Dan Pidana Penjara Selama Waktu Tertentu;Sudut Hukum Teori Tetang Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana Nasional Menurut Tempat Semakin Paham Dengan Pengertian Hukum Pidana, Sebaiknya Simak Contoh Kasus Hukum Pidana Yang Pernah Terjadi Di Indonesia Di Bawah IniA Tidak Dapat Dipidana Kecuali Ada Kuhp Asas Ini Terdapat Dalam Pasal 1 Ayat 1 Yang Berbunyi Selama Waktu Tertentu, Atau Antara Pidana Penjara Seumur Hidup Dan Pidana Penjara Selama Waktu Tertentu; Apa yang termasuk barang kena cukai. Ada dua syarat agar berlakunya suatu hukum pidana yakni berdasarkan tempat dan waktu. Hukum menurut tempat berlakunya nasional internasional asing lokal. Sudut Hukum Teori Tetang Ruang Lingkup Berlakunya Hukum Pidana Nasional Menurut Tempat Terjadinya. Diatur dalam pasal 2 tang menyatakan sebagai berikut. Ruang lingkup berlakunya hukum pidana ilustrasi pada dasarnya ada dua hal yeng menyangkut berlakunya hukum pidana, yaitu berdasarkan waktu dan tempat berlakunya hukum pidana. Berlakunya hukum pidana meurut tempat ini dikenal ada 4 empat macam asas yaitu sebagai berikut Agar Semakin Paham Dengan Pengertian Hukum Pidana, Sebaiknya Simak Contoh Kasus Hukum Pidana Yang Pernah Terjadi Di Indonesia Di Bawah Ini Hukum ini berlaku dimanapun, untuk siapapun, dan kapanpun. Batas diberlakunya hukum pidana menurut tempat diatur dalam pasal 2,3,4,8,9 kuhp sedangkan batas berlakunya. Hukum ini tidak mengenal batas waktu,. A Tidak Dapat Dipidana Kecuali Ada Ketentuan. Antara lain pengertian yang dapat diberikan kepada. Kalau berdasarkan sifatnya, hukum dibagi. Tentang berlakunya hukum pidana menurut tempat dibatasi oleh hukum internasional sebagaimana dapat kita temukan dalam pasal 9 kuhp berlakunya pasal. Dalam Kuhp Asas Ini Terdapat Dalam Pasal 1 Ayat 1 Yang Berbunyi Tempat dan waktu tindak pidana. Hukum nasional hukum nasional adalah hukum yang berlaku pada waktu dan tempat dalam suatu. Batas berlakunya hukum pidana menurut tempat dan orang.
Aturanmengenai kekuatan berlakunya hukum pidana menurut waktu dalam kajian hukum pidana merupakan aturan yang sangat fundamental. Dikatakan fundamental karena aturan ini menentukan berlaku tidaknya suatu aturan pidana terhadap suatu tindak pidana yang dilakukan pada waktu tertentu. Oleh sebab itu, wajarlah dalam hukum pidana suatu negara asas
Asas-Asas Hukum PidanaDalam Hukum Pidana ada 2 dua syarat berlakunya hukum pidana yakni berdasarkan ruang/ tempat locus delicti dan berdasarkan waktu tempus delicti sebagaimana berikut di bawah ini Asas-asas Hukum Pidana menurut ruang / tempat locus delicti yaitu Asas Teritorial Wilayah; Asas Personalitas Nasional Aktif; Asas Perlindungan Nasional Pasif; Asas Universal. Asas - Asas Hukum Pidana menurut Ruang / Tempat Locus Delicti Asas Teritorial / Wilayah Sphere of Spece/Ground gebeid/RuimtegebeidAsas Teritorial Sphere of Spece/Ground gebeid/Ruimtegebeid merupakan asas yang menjelaskan bahwa barang siapa yang melakukan delik / perbuatan pidana di wilayah atau negara tempat berlakunya hukum pidana maka pembuat / pelaku tindak pidana akan tunduk pada aturan hukum pidana yang berlaku di wilayah tersebut dengan kata lain yang menjadi patokan pada asas ini adalah tempat atau wilayah terjadinya tindak pidana tanpa mempersoalkan pelaku tindak pidana. Hampir di setiap negara termasuk di Indonesia menerapkan asas tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP 200813 yang menyatakan bahwa ketentuan pidana dalam peraturan perundang - undangan di Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. Asas teritorialitas juga diatur di dalam ketentuan Pasal 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP 200813 yang menyatakan bahwa ketentuan pidana yang diatur dalam peraturan perundang - undangan pidana Indonesia juga berlaku bagi setiap orang yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI yang melakukan tindak pidana di dalam kapal atau pesawat udara milik Indonesia. Adapun tujuan dari ketentuan Pasal 3 tersebut adalah untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum dalam hal mengadili perbuatan pidana yang terjadi di dalam kapal atau pesawat terbang yang berada di perairan bebas atau wilayah udara bebas tidak termasuk wilayah territorial Indonesia. Wilayah Asas Teritorial Sphere of Spece/ Ground gebeid/ Ruimtegebeid meliputi wilayah daratan, wilayah laut dan wilayah udara sebagaimana wilayah berlakunya hukum pidana Indonesia yang mengikuti batas kedaulatan negara Indonesia, yakni dari Sabang sampai Merauke dan untuk batas lautnya meliputi seluruh wilayah perairan laut beserta perairan pedalaman negara Indonesia. Asas Teritorialitas dalam hubungannya dengan hukum internasional terbagi menjadi 2 dua macam, yaitu Asas yang menetapkan bahwa yurisdiksi negara berlaku bagi orang, perbuatan dan benda yang ada di wilayahnya; dan Asas yang menetapkan bahwa yurisdiksi negara tidak hanya berlaku bagi orang, perbuatan dan benda yang ada di wilayahnya, akan tetapi juga berlaku bagi orang, perbuatan dan benda yang terkait dengan negara tersebut baik yang ada maupun yang terjadi di luar wilayah negara tersebut. Adapun kewenangan Asas Teritorial dalam hukum internasional terbagi menjadi 2 dua kewenangan, yaitu Asas teritorial yang subyektif, yakni membenarkan kewenangan untuk melakukan penuntutan dan peradilan serta penjatuhan pidana atas perbuatan yang mulai dilakukan di wilayah teritorial negara yang bersangkutan, akan tetapi diselesaikan di negara lain; Asas Teritorial yang obyektif, yakni membenarkan kewenangan untuk melakukan penuntutan dan peradilan serta penjatuhan pidana atas tindak pidana yang dilakukan di luar batas teritorial suatu negara tetapi Perbuatan tersebut diselesaikan di negara yang memiliki yurisdiksi tersebut; atau Mengakibatkan dampak yang sangat merugikan kepentingan ekonomi, kesejahteraan warga negara yang bersangkutan. Adapun pengecualian asas teritorial berdasarkan Hukum Internasional yakni orang yang memiliki kekebalan atau hak immunitas atau exteritorialitet sebagaimana disebutkan di bawah ini, yaitu Kepala Negara Asing; Perwakilan Diplomatik dan Konsulat; Kapal Publik Negara Asing; Angkatan Bersenjata Asing Lembaga Internasional vide Pasal 9 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP. Asas Personalitas Nasional AktifAsas personalitas merupakan bagian dari asas personengebied yang melekat pada kewarganegaraan pembuat delik. Di Indonesia, asas ini juga diterapkan apabila Warga Negara Indonesia WNI melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana meskipun terjadi di luar negara Indonesia maka WNI tersebut dapat dikenakan Hukum Pidana Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP 200814 yang menyatakan bahwa Ketentuan pidana dalam peraturan perundang - undangan negara Indonesia diterapkan bagi warga negara yang berada di luar Indonesia yang melakukan Salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan ketentuan yang diatur pada Pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451; Salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana diatur pada peraturan perundang - undangan negara Indonesia dipandang sebagai suatu kejahatan atau perbuatan tindak pidana, sedangkan menurut perundang - undangan negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana. Perluasan Asas Nasionalitas aktif dapat dilihat dari Pasal 5 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP yang mengatur bahwa penuntutan terhadap suatu perbuatan sebagaimana ditentukan dalam ayat 1 huruf b juga dapat dilakukan apabila tersangka baru menjadi Warga Negara Indonesia WNI setelah melakukan perbuatan tersebut. Terkait Asas Personalitas juga diatur dalam Pasal 6 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP 200814 yang menyatakan apabila pelaku kejahatan yang hanya dapat dikenakan hukum pidana Indonesia sedangkan perbuatan pidana yang dilakukan Warga Negara Indonesia WNI di negara lain yang ketentuan hukumnya telah menghapus hukuman mati maka hukuman mati tidak dapat dikenakan pada pelaku kejahatan tersebut. Asas Perlindungan Nasional PasifAsas perlindungan merupakan pemberlakuan hukum terhadap siapa pun juga baik Warga Negara Indonesia WNI maupun Warga Negara Asing WNA yang melakukan perbuatan pidana di luar wilayah Indonesia. Asas ini mengutamakan keselamatan kepentingan suatu negara sebagaimana negara yang berdaulat wajib melindungi "Kepentingan Nasional" yang berarti dalam asas ini yang dilindungi bukanlah kepentingan individual akan tetapi perlindungan terhadap kepentingan nasional atau kepentingan umum atas tindakan yang dianggap sangat merugikan kepentingan nasional. Adapun kepentingan nasional yang dimaksud, yakni Keselamatan Kepala Negara Presiden ataupun Perwakilan Negara; Keutuhan dan Keamanan Negara serta Pemerintah; Keamanan Penyerahan Barang; Keamanan Angkatan Perang pada Waktu Perang; Keamanan Martabat Kepala Negara Presiden; Keamanan Ideologi Negara Pancasila dan Haluan Negara; Keamanan Perekonomian; Keamanan Uang Negara seperti nilai - nilai dari surat - surat yang dikeluarkan negara; Keamanan Pelayaran dan Penerbangan terhadap Pembajakan. Adapun asas perlindungan tercantum dalam Pasal 4 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP200813-14 yang menyatakan bahwa ketentuan pidana yang diatur dalam peraturan perundang - undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukannya di luar Indonesia yang dalam hal ini terdiri dari Salah satu kejahatan yang ditentukan pada Pasal 104, 106, 107, dan 131 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP; Suatu kejahatan mengenai mata uang seperti uang kertas, materai dan merek yang dikeluarkan dan digunakan oleh Pemerintah Indonesia; Pemalsuan surat baik itu surat hutang, sertifikat hutang atas tanggungan negara termasuk tanggungan suatu daerah maupun bagian dari daerah, surat saham, tanda dividen ataupun tanda bunga yang mengikuti surat atau sertifikat serta tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat; Salah satu kejahatan yang disebutkan dalam ketentuan Pasal 438, 444 sampai dengan Pasal 446 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP tentang pembajakan laut, ketentuan pada Pasal 447 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan ketentuan pada Pasal 479 huruf j Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP mengenai penguasaan pembajakan pesawat udara secara melawan hukum serta ketentuan pada Pasal 479 huruf l, m, n, dan huruf o Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP mengenai kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil. Asas perlindungan juga tercantum dalam dalam Pasal 8 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP 200815 yang merupakan perluasan dari Pasal 3 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP, hal mana pasal tersebut untuk melindungi kepentingan hukum Negara Indonesia di bidang perkapalan. Pasal 3 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP 200813 menyatakan bahwa ketentuan pidana yang diatur dalam peraturan perundang - undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kapal atau pesawat udara Indonesia. Adapun Pasal 8 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP 200815 yang menyatakan bahwa ketentuan pidana yang diatur dalam peraturan perundang - undangan Indonesia berlaku bagi nahkoda dan penumpang perahu yang berkewarganegaraan Indonesia yang berada di luar wilayah indonesia sekalipun berada di luar perahu melakukan salah satu kejahatan atau tindak pidana sebagaimana yang dimaksudkan dalam ketentuan pasal yang diatur pada Bab XXIX Buku Kedua, dan Bab IX Buku Ketiga, begitu pula yang tersebut dalam peraturan mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia maupun juga dalam ordonansi perkapalan. Asas Universal Asas universal merupakan asas yang berlaku umum tanpa batas wilayah atau orang yang menyatakan setiap orang yang melakukan kejahatan atau perbuatan pidana dapat dituntut berdasarkan undang - undang atau hukum pidana di luar wilayah hukum negara untuk kepentingan hukum seluruh dunia, hal mana kejahatan tersebut dianggap kejahatan yang sangat berbahaya sehingga perlu dicegah dan diberantas. Dalam asas ini terkandung perlindungan terhadap kepentingan internasional, jadi bukan untuk kepentingan suatu negara. Asas - Asas Hukum Pidana berdasarkan Waktu Tempus DelictiMengenai berlakunya hukum pidana menurut waktu diatur dalam Pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP 200813, hal mana waktu merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan waktu terjadinya tindak pidana. Dalam pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP 200813 memiliki banyak makna sebagaimana yang dikemukakan oleh Bambang Poernomo yang menyatakan bahwa Tidak ada delik atau tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya sebagaimana istilah yang dikenal dalam asas ini yaitu ”Nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali”. Adapun istilah lain yang juga sering digunakan dalam asas tersebut yaitu”Nullum crimen sine lege stricta" yang jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia yaitu tidak ada delik tanpa ketentuan yang tegas. Istilah tersebut dikenal sebagai "Asas Legalitas", hal mana asas tersebut melindungi orang-orang dari tindakan sewenang-wenang pihak penguasa dalam mengadili pelaku tindak pidana, oleh sebab itu seseorang tidak dapat dihukum atau dipidana sebelum ada peraturan / undang-undang yang mengaturnya terlebih dahulu; Memiliki makna "lex temporis delicti" yang jika diartikan ke dalam Bahasa Indonesia yaitu undang-undang berlaku terhadap perbuatan pidana yang terjadi saat itu. Maksud makna tersebut yaitu bahwa seseorang harus diadili berdasarkan aturan yang berlaku saat perbuatan itu dilakukan, namun hal ini dapat dikesampingkan apabila terjadi perubahan peraturan perundang-undangan setelah perbuatan itu dilakukan dan sebelum perkara itu diadili sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP200813 yang menyatakan bahwa apabila ada perubahan dalam peraturan perundang - undangan sesudah perbuatan itu dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya. Adapun contoh kasusnya yaitu mengenai penipuan yang hukuman maksimalnya 4 empat tahun Pasal 378 KUHP yakni Jika ada seseorang yang melakukan penipuan pada tanggal 6 Februari 2008 namun perkara tersebut masih dalam pemeriksaan awal, lalu kemudian pada tanggal 10 Maret 2008 aturan pidana maksimal mengenai penipuan diubah menjadi 6 enam tahun maka berdasarkan Pasal 1 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP tersebut, hakim harus menggunakan aturan yang paling ringan bagi terdakwa yakni aturan lama dengan ancaman pidana 4 empat tahun begitupun juga sebaliknya apabila aturan yang diubah mengalami perubahan penurunan ancaman hukuman maka aturan yang dipakai adalah aturan yang baru; Undang - undang hukum pidana tidak mempunyai kekuatan berlaku surut Non - Retroaktif.Maksud tidak berlaku surut yakni bahwa jika seseorang melakukan perbuatan tindak pidana pembunuhan namun tindak pidana pembunuhan belum diatur dalam undang-undang hukum pidana maka seseorang tersebut tidak boleh di pidana dan apabila suatu saat tindak pidana pembunuhan telah diatur dalam undang-undang hukum pidana, maka orang yang mencuri tadi tetap tidak boleh dihukum karena ketika ia melakukan pencurian, belum ada undang-undang yang mengaturnya. untuk penjelasan selengkapnya tentang Asas Non-Retroaktif silahkan baca disini Asas Non-Retroaktif. Sekian dan semoga Kasih.
C Penerapan teori locus delicti (asas berlakunya undang-undang pidana menurut tempat dalam hukum pidana positif) Mengenai kekuasaan berlakunya undang-undang pidana dapat dilihat dari dua sisi, yang bersifat negatif dan yang bersifat positif. 5 Yang bersifat negatif berlakunya undang-undang menurut waktu, hal ini tercantum dalam
Asas Berlakunya Hukum Pidana Berdasarkan Waktu. Asas ini terdapat dalam pasal 1 ayat 1 kuhp. Asas kewarganegaraan umum mencakup atas 4 empat asas, yakni asas ius soli, asas kewarganegaraan tunggal, asas ius sanguinis, dan juga asas. PPT ASASASAS YANG TERKANDUNG DALAM HUKUM PIDANA PowerPoint from Adapun pengecualian asas teritorial berdasarkan hukum internasional yakni orang yang memiliki kekebalan atau hak immunitas atau exteritorialitet sebagaimana disebutkan di bawah ini, yaitu. Asas legalitas telah tertuang dalam pasal 1 ayat 1 kuhp yang dapat ditarik kesimpulan bahwa perbuatan seseorang harus. Hukum ini berlaku dimanapun, untuk siapapun, dan kapanpun. Jika Terpidana Tidak Membayar Pidana Denda Dalam Jangka Waktu Sebagaimana Dimaksud Pada Ayat 1 Atau Ayat 2 Maka Harta Kekayaan Atau Pendapatan Terpidana Yang Masuk Penggolongan Ini Adalah Asas Suatu Asa Yang Memberlakukan Suatu Kuhp Bagi Semua Orang Yang Melakukan Perbuatan Ini Terdapat Dalam Pasal 1 Ayat 1 Pengecualian Asas Teritorial Berdasarkan Hukum Internasional Yakni Orang Yang Memiliki Kekebalan Atau Hak Immunitas Atau Exteritorialitet Sebagaimana Disebutkan Di Bawah Ini, Yaitu. Jika Terpidana Tidak Membayar Pidana Denda Dalam Jangka Waktu Sebagaimana Dimaksud Pada Ayat 1 Atau Ayat 2 Maka Harta Kekayaan Atau Pendapatan Terpidana Dapat. Dalam hal seseorang melakukan perbuatan feit pidana sedangkan. Dalam kuhp asas ini terdapat dalam pasal 1 ayat 1 yang berbunyi Pertama, asas hukum pidana menurut waktu. Asas Yang Masuk Penggolongan Ini Adalah Asas Legalitas. Kalau berdasarkan sifatnya, hukum dibagi. 85 pidana tadi tidak akan. Empat asas berlakunya hukum pidana. Adalah Suatu Asa Yang Memberlakukan Suatu Kuhp Bagi Semua Orang Yang Melakukan Perbuatan Pidana. Serta berlakunya hukum pidana menurut waktu menyangkut penerapan hukum pidana dari segi lain. Asas legalitas adalah asas yang penting di dalam dalam hukum pidana indonesia, bahkan asas legalitas sering dianggap sebagai roh hukum pidana, tidak hanya itu asas legalitas juga. Hukum ini berlaku dimanapun, untuk siapapun, dan kapanpun. Asas Ini Terdapat Dalam Pasal 1 Ayat 1 Kuhp. Berdasarkan asas teritorial, negara dapat menerapkan hukum pidana di wilayahnya terhadap siapapun yang melakukan tindak pidana, termasuk warga negara asing. Berlakunya hukum pidana meurut tempat ini dikenal ada 4 empat macam asas yaitu sebagai berikut Asas legalitas telah tertuang dalam pasal 1 ayat 1 kuhp yang dapat ditarik kesimpulan bahwa perbuatan seseorang harus. Adapun Pengecualian Asas Teritorial Berdasarkan Hukum Internasional Yakni Orang Yang Memiliki Kekebalan Atau Hak Immunitas Atau Exteritorialitet Sebagaimana Disebutkan Di Bawah Ini, Yaitu. Hukum pidana juga dapat dibagi lagi menjadi hukum pidana umum dan hukum pidana khusus, yaitu Ulasan lengkap artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul perbedaan pengaduan dengan pelaporan yang dibuat oleh christine natalia musa limbu,. Lamintang dan juga sofjan sastrawidjaja.
Tempusdan locus delicti adalah menyangkut waktu dan tempat terjadinya tindak pidana. Hal ini penting, oleh karena Pasal 143 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ditetapkan, bahwa dalam membuat surat dakwaan penuntut umum harus mencantumkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
Hukum digunakan sebagai dasar dan pedoman untuk mengukur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam segala aspek. Berdasarkan waktu berlakunya, hukum digolongkan ke dalam tiga jenis yaitu ius constitutum, isu constituendum, dan hukum digolongkan menjadi tiga jenis berdasarkan waktu berlakunya. Berdasarkan saat berlakunya, hukum terbagi menjadi Ius constitutum, Ius constituendum, dan hukum constitutum atau hukum positif merupakan kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis yang pada saat ini berlaku dan mengikat secara umum atau khusus, yang ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara Ius constitutum meliputi beberapa unsur, yaitu1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat2. Peraturan diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib3. Peraturan bersifat memaksa4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegasBaca JugaPelaksanaan Penjatuhan Pidana Masa PercobaanAdvokat Laporkan Ferdy Sambo ke KPK Hingga Kasus Pencurian Cokelat di AlfamartPerusahaan Berbadan Hukum dan Perusahaan Tidak Berbadan HukumHukum akan selalu melekat pada manusia yang bermasyarakat, dengan banyaknya peran hukum, maka Ius constitutum memiliki fungsi untuk menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang ini, Ius constitutum yang sedang berlaku di masyarakat adalah Undang-Undang Dasar 1945 dan UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik golongan hukum yang kedua yaitu Ius constituendum yang merupakan hukum yang dicita-citakan dalam pergaulan hidup negara, tetapi belum dibentuk menjadi undang-undang atau ketentuan antara Ius constitutum dan Ius constituendum terletak pada waktunya, yaitu masa kini dan masa mendatang. Kalangan tertentu berpendapat bahwa setelah diundangkan maka Ius constituendum menjadi Ius constitutum. Jika Ius constitutum kini memiliki kekuatan hukum maka Ius constituendum mempunyai nilai sejarah.
. dwqw1y275w.pages.dev/170dwqw1y275w.pages.dev/290dwqw1y275w.pages.dev/157dwqw1y275w.pages.dev/465dwqw1y275w.pages.dev/440dwqw1y275w.pages.dev/124dwqw1y275w.pages.dev/282dwqw1y275w.pages.dev/494
berlakunya hukum pidana menurut waktu